Blitar Pos – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terus berkomitmen untuk mendorong pemanfaatan potensi biometana yang terdapat di industri kelapa sawit sebagai bagian dari upaya transisi energi fosil menuju energi baru terbarukan. Potensi biometana di Kaltim cukup besar, terutama yang berasal dari limbah cair kelapa sawit, yang dikenal sebagai Palm Oil Mill Effluent (POME). Meskipun potensi ini ada, pemanfaatannya masih terbatas, sehingga diperlukan pengembangan yang lebih serius untuk menjadikannya sebagai sumber energi baru terbarukan.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, dalam sebuah diskusi di Samarinda pada hari Selasa, menyatakan bahwa Kaltim memiliki sumber daya biometana yang melimpah dalam bentuk POME, tetapi sejauh ini belum dimanfaatkan secara optimal. POME dapat diolah menjadi biometana yang berfungsi sebagai energi alternatif, terutama untuk pembangkit listrik. Menurutnya, banyak potensi yang hilang karena POME yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit tidak dimanfaatkan, meskipun permintaan terhadap biometana cukup tinggi.
Sri Wahyuni juga menambahkan bahwa beberapa perusahaan kelapa sawit di Kaltim telah mulai menggunakan biometana untuk kebutuhan penerangan di area kantor mereka. Namun, ia mendorong perusahaan-perusahaan ini untuk memproduksi biometana dalam skala yang lebih besar agar dapat memenuhi kebutuhan yang lebih luas, bahkan untuk pasar ekspor.
Dengan adanya Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kaltim, daerah ini diharapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, terutama bagi wilayah tengah dan timur Indonesia. Kaltim akan memiliki tiga super hub yang berbasis di Kawasan Industri Maloy, Kawasan Industri Buluminung, dan Kawasan Industri Kariangau. Kawasan Industri Maloy, khususnya, direncanakan menjadi kawasan industri kelapa sawit yang akan memfasilitasi pembangunan industri biometana.
Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Trois Dilisusendi, yang mewakili kementeriannya dalam diskusi tersebut, juga menyoroti potensi biogas di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa potensi biogas secara keseluruhan di Indonesia mencapai 5.200 meter kubik per tahun, setara dengan 2,6 juta ton LPG. Saat ini, sekitar 60 persen kebutuhan LPG nasional masih bergantung pada impor, sehingga memanfaatkan biogas menjadi alternatif yang menarik.
Trois menjelaskan bahwa Kaltim, terutama daerah Kutai Timur, termasuk dalam sepuluh daerah di Indonesia yang memiliki potensi biogas terbesar. Diskusi yang berlangsung di Kaltim diharapkan dapat menjadi forum bagi berbagai pemangku kepentingan untuk membahas cara-cara memanfaatkan biogas, termasuk dalam hal pasar dan model usaha. “Kami berharap diskusi ini menjadi titik awal untuk menjalin kerja sama baru dalam pengembangan usaha biogas di Kaltim,” pungkas Trois.
Dengan pengembangan yang tepat, diharapkan biometana dari POME dapat berkontribusi dalam menciptakan ketahanan energi, mengurangi ketergantungan terhadap impor energi, dan mendukung transisi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.