Blitar Pos – Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa uang pecahan Rp10 ribu tahun emisi 2005, yang berwarna ungu terang dan memiliki gambar Sultan Mahmud Badaruddin II serta Rumah Limas, sudah tidak berlaku lagi. Pernyataan ini disampaikan oleh Kepala Bank Indonesia Perwakilan Sumsel, Ricky Perdana Gozali, dalam acara Memorabilia Uang Rupiah Pecahan 10.000 Tahun Emisi 2005 yang berlangsung di Museum Balaputra Dewa, Palembang, pada Kamis.
Gozali menjelaskan bahwa uang pecahan Rp10 ribu emisi 2005 seharusnya sudah ditarik dari peredaran sejak tahun 2010. Namun, masyarakat diberikan tenggat waktu hingga lima tahun, yaitu hingga tahun 2016, untuk mengembalikan uang tersebut. “Masyarakat diberi waktu 5 tahun untuk pengembalian, karena pada tahun 2016, uang tersebut sudah tidak berlaku lagi,” kata Gozali.
Bagi masyarakat yang masih memiliki uang pecahan Rp10 ribu emisi 2005, Gozali menyarankan agar uang tersebut disimpan sebagai koleksi pribadi atau dijual kepada kolektor uang, karena tidak dapat ditukar atau dikembalikan ke bank. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun uang tersebut tidak lagi memiliki nilai tukar resmi, masih ada nilai sentimental dan kolektibel bagi para penggemar uang.
Uang pecahan Rp10 ribu yang saat ini berlaku adalah emisi 2022, yang menampilkan gambar Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo. Gambar tersebut disertai tulisan ‘Frans Kaisiepo’ dengan dominasi warna ungu. “Kini yang berlaku ada gambar utama Pahlawan Nasional Frans Kaisiepo beserta tulisan ‘Frans Kaisiepo’,” tambah Gozali.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Sumatera Selatan, Elen Setiadi, mengungkapkan harapannya bahwa peresmian memorabilia ini dapat meningkatkan kunjungan wisata ke Sumsel, sehingga berdampak positif bagi perekonomian masyarakat setempat. Ia mengapresiasi acara tersebut karena dapat memperdalam pemahaman masyarakat, terutama di kalangan pelajar, tentang Rupiah sebagai simbol kedaulatan bangsa dan menguatkan rasa kecintaan terhadap Indonesia.
Elen Setiadi juga menyoroti bahwa uang pecahan Rp10.000 tahun emisi 2005 sangat istimewa karena menampilkan gambar Rumah Limas, yang merupakan ikon arsitektur tradisional dan mencerminkan nilai-nilai luhur serta kearifan lokal masyarakat Sumatera Selatan. “Sebagai Pj Gubernur Sumatera Selatan, saya merasa bangga bahwa Sumatera Selatan menjadi bagian dari sejarah bangsa melalui representasi budaya lokal yang ada pada Rupiah kita,” ucapnya.
Elen mengajak masyarakat untuk menjadikan momentum ini sebagai pengingat, terutama bagi generasi muda, bahwa Rupiah bukan hanya sekadar alat tukar, tetapi juga simbol persatuan dan pentingnya menjaga warisan budaya. Dengan keberagaman yang dimiliki Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, rupiah dapat menghubungkan dan memperkuat rasa persatuan di antara masyarakat.