Meningkatkan Literasi Pertahanan Melalui Buku “Politik Pertahanan” Karya Dahnil Anzar

literasi pertahanan

Blitar Pos – Perpustakaan Nasional (Perpusnas) bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mengadakan diskusi mengenai pentingnya literasi pertahanan bagi masyarakat. Kegiatan ini berlangsung di Perpusnas, Jakarta, pada hari Kamis, yang berfokus pada buku berjudul “Politik Pertahanan” yang ditulis oleh Staf Khusus Kementerian Pertahanan, Dahnil Anzar Simanjuntak.

Dahnil Anzar menekankan dua poin krusial dalam bukunya yang harus mendapat perhatian khusus, terutama dari perpustakaan. Pertama adalah konsep bela negara, dan kedua adalah fenomena yang dikenal sebagai clicktivism. Ia menyatakan bahwa generasi muda saat ini menghadapi tantangan besar akibat clicktivism, sebuah fenomena di mana individu merasa telah berkontribusi dengan memberikan komentar di media sosial tetapi tidak melakukan tindakan nyata di dunia fisik.

“Clicktivism merupakan ancaman yang serius dan harus dilawan. Kita perlu menarik generasi muda ke dunia nyata, agar mereka tidak terjebak dalam ilusi bahwa mereka sudah melakukan sesuatu dengan hanya berkomentar di media sosial,” ungkap Dahnil. Ia juga mengingatkan bahwa jika fenomena ini dibiarkan, dapat menjadi ancaman bagi pertahanan kebudayaan bangsa.

Lebih jauh, ia menyoroti bahwa tradisi membaca di kalangan masyarakat saat ini mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan oleh maraknya informasi di dunia maya yang tidak selalu berasal dari sumber yang dapat dipercaya. “Kelemahan kita saat ini adalah serangan siber yang membuat kita malas untuk membaca. Tradisi cek dan ricek informasi menjadi lemah karena banyaknya sumber yang tidak jelas,” tegasnya. Ia percaya bahwa tradisi membaca yang lemah ini berkontribusi pada rendahnya kualitas sumber daya manusia di Indonesia.

Dahnil juga menekankan bahwa literatur mengenai pertahanan sangat penting untuk menghidupkan kembali tradisi yang ditanamkan oleh para pendiri bangsa atau founding fathers. “Perpustakaan harus menjadi pusat kampanye atau gerakan membaca untuk membangkitkan kembali tradisi para founding fathers. Ini adalah warisan yang perlu dipertahankan sebagai simbol peradaban Indonesia yang semakin maju,” tambahnya.

Dalam diskusi tersebut, Sekretaris Utama Perpusnas, Joko Santoso, juga memberikan pandangannya. Ia menjelaskan pentingnya memahami berbagai aspek pertahanan dari sudut pandang kehidupan bernegara. Salah satu poin menarik dari buku tersebut adalah pentingnya dialog yang dapat dilakukan oleh masyarakat yang menjaga rasionalitasnya melalui membaca. “Untuk terlibat dalam dialog yang aktif dan partisipatif, satu-satunya cara adalah dengan banyak membaca,” ujarnya.

Deputi Bidang Pengembangan Bahan Pustaka dan Jasa Informasi Perpusnas, Mariana Ginting, menambahkan bahwa diskusi mendalam tentang buku dapat meningkatkan rasa ingin tahu masyarakat dan mendorong minat baca. “Kegiatan ini merupakan wahana untuk membudayakan berpikir kritis. Kami ingin mendorong peserta tidak hanya membaca tetapi juga berpikir kritis dan mendalami makna yang terkandung di dalamnya,” katanya.

Melalui diskusi ini, Perpusnas dan Kemenhan berharap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya literasi pertahanan dan mendorong kebiasaan membaca yang kritis dan analitis. Dengan cara ini, diharapkan masyarakat dapat lebih siap menghadapi tantangan yang ada dan berkontribusi positif terhadap pembangunan bangsa. Kegiatan ini bukan hanya sekadar diskusi, tetapi juga sebagai langkah awal untuk membangun kesadaran kolektif mengenai pentingnya literasi pertahanan di era digital saat ini.

Direkomendasikan

Tentang Blog: admin 2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *