“Ukraina telah mengundang Sekretaris Jenderal PBB untuk menghadiri KTT Perdamaian Global pertama yang diadakan di Swiss, namun ia menolak undangan tersebut. Sebaliknya, ia justru menerima undangan dari penjahat perang, Vladimir Putin,” ungkap pernyataan resmi kementerian. Pernyataan ini menunjukkan betapa mendalamnya rasa frustrasi Ukraina terhadap Guterres, terutama mengingat konteks konflik yang sedang berlangsung antara Ukraina dan Rusia.
KTT ke-16 BRICS, yang akan diselenggarakan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin dari tanggal 22 hingga 24 Oktober di Kazan, Rusia, diperkirakan akan dihadiri oleh 32 negara. Dari jumlah tersebut, 24 di antaranya akan diwakili oleh kepala negara, sementara delapan negara lainnya akan mengirimkan pejabat tinggi. Meskipun partisipasi Guterres dalam KTT tersebut belum diumumkan secara resmi, Kementerian Luar Negeri Ukraina menganggap bahwa keputusan tersebut adalah “pilihan yang salah” yang tidak mendukung upaya perdamaian, bahkan merusak reputasi PBB.
Juru bicara PBB, Farhan Haq, ketika ditanya tentang kemungkinan kehadiran Guterres di KTT, menyatakan bahwa informasi lebih lanjut mengenai perjalanan mendatangnya akan disampaikan kemudian. Hal ini menambah ketidakpastian mengenai sikap PBB terhadap situasi yang berkembang di Ukraina dan hubungan internasional yang lebih luas.
KTT ke-16 BRICS ini diharapkan akan membahas berbagai isu penting, termasuk kerja sama ekonomi antara negara-negara anggota, perjanjian perdagangan, serta tantangan yang dihadapi oleh BRICS, seperti ketegangan geopolitik, perlambatan ekonomi global, dan perubahan iklim. Dalam konteks ini, Rusia diharapkan akan menggunakan forum BRICS untuk menekankan pentingnya multilateralisme sebagai cara untuk menghadapi struktur tata kelola global yang didominasi oleh negara-negara Barat.
Kritik dari Ukraina terhadap Guterres mencerminkan ketidakpuasan yang lebih luas terhadap sikap PBB dan komunitas internasional dalam merespons agresi Rusia. Dengan berbagai tantangan yang ada, baik bagi negara-negara anggota BRICS maupun bagi stabilitas global secara keseluruhan, perhatian dunia tertuju pada bagaimana keputusan-keputusan yang diambil dalam KTT ini dapat mempengaruhi dinamika internasional dan prospek perdamaian di kawasan yang dilanda konflik.
Dengan latar belakang ini, keputusan Guterres untuk menghadiri KTT di Rusia, jika terbukti benar, akan menjadi sorotan bagi banyak pihak dan dapat menimbulkan pertanyaan serius tentang posisi PBB dalam menjaga perdamaian dan keamanan internasional.